Kamis 12 Jan 2017 18:00 WIB

Mengendalikan Musuh di Tubuh Sendiri

Red:

Penyakit autoimun pada dasarnya merupakan kondisi sistem kekebalan yang seharusnya berfungsi melindungi tubuh, justru berbalik menyerang tubuh itu sendiri. Sampai saat ini diketahui lebih dari 100 jenis penyakit autoimun yang muncul dengan keluhan gejala yang berbeda-beda.

"Beberapa yang paling sering ditemukan di Indonesia adalah lupus, rheumatoid arthritis, dan myasthenia gravis," ujar spesialis saraf dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Ahmad Yanuar SpS saat ditemui di Jakarta Barat, beberapa waktu lalu.

Meski memiliki banyak jenis, penyakit autoimun umumnya muncul karena dipicu oleh dua hal utama, yaitu faktor genetik atau keturunan dan faktor lingkungan. Beberapa hal yang termasuk dalam faktor lingkungan ialah zat-zat aditif pada makanan, pemakaian zat-zat yang tidak seharusnya ditujukan untuk tubuh, hingga stres.

Meski memiliki banyak jenis, terapi pengobatan penyakit autoimun umumnya bertujuan sama, yaitu mencapai remisi. Karena, menurut dia, penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Pasien dengan penyakit autoimun dapat dikatakan mencapai remisi jika dia mencapai kondisi sehat dengan penggunaan obat dalam dosis yang sangat rendah atau bahkan, tanpa obat. Dengan mencapai remisi, pasien autoimun bisa beraktivitas normal dan bekerja dengan produktif.

Untuk bisa mencapai remisi, konsumsi obat-obatan sesuai anjuran dokter merupakan salah satu kunci yang utama. Selain itu, Ahmad mengatakan, upaya pencapaian remisi bagi pasien penyakit autoimun juga tak terlepas dari gaya hidup pasiennya. "Selain dari obat-obatan, pola hidup sehat juga sangat berperan dalam mencapai tahap remisi. Sebaba, mau tidak mau tubuh kita sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita berinteraksi dengan lingkungan."

Penerapan pola hidup sehat ini bisa dilakukan pasien autoimun dengan cara menerapkan Lima Dasar Hidup Sehat (LDHS). Salah satu poin penting dalam LDHS ialah 'Terus Belajar'. Terus belajar di sini berarti pasien autoimun harus terus menggali informasi terbaru seputar jenis yang dideritanya. Informasi ini bisa didapatkan melalui komunitas, dokter, hingga perawat.

Poin lain dari LDHS yang cukup sederhana namun sering kali dilupakan ialah menjalani Hidup Positif serta Pengendalian Stres. Ahmad mengatakan, pengendalian stres bisa dilakukan dengan berbagai cara, termasuk pendekatan spiritual melalui ibadah ataupun manajemen waktu yang baik.

Pendapat serupa disampaikan spesialis penyakit dalam dari RS St Carolus dr Fransiska SpPD. Menurutnya, poin Pengendalian Stres dalam LDHS penting bagi pasien autoimun karena stres dapat menyebabkan gangguan hormonal. Gangguan tersebut berpengaruh pada sel-sel dalam tubuh secara keseluruhan. "Mind and body itu merupakan satu kesatuan," kata dia.

Poin lain dalam LDHS yang patut dijalani oleh penderita penyakit autoimun ialah Aktif Mandiri salah satunya dengan melakukan olahraga secara teratur. Fransiska mengatakan, jenis olahraga yang bisa dilakukan pasien autoimun sangat bergantung pada jenis penyakit yang dideritanya.

Sebagai contoh, menurut Fransiska, pasien idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) disarankan tidak melakukan olahraga yang bersifat high impact, seperti bermain bola. Alasannya, pasien autoimun jenis ITP cenderung memiliki kadar trombosit yang rendah, sehingga lebih berisiko mengalami pendarahan meskipun disebabkan hal sederhana.

Pada pasien autoimun yang memiliki kelainan pada sendi, menurut dia, juga tidak boleh melakukan olahraga yang membebani sendi. "Bukan berarti dengan dia sakit, dia jadi seseorang yang sakit. Dia tetap bisa produktif."

Poin terakhir pada LDHS ialah Gaya Hidup Sehat yang meliputi pemeriksaan kesehatan berkala, menjaga kebersihan, dan mengonsumsi makanan sehat. Terkait konsumsi makanan bagi pasien autoimun, Holistic Nutrition & Self Healing Coach Intuitive Healing Practitioner dari Self Awareness Network Susan Hartono MSc CHt mengatakan, ada beberapa jenis makanan yang sebaiknya dihindari oleh pasien autoimun.

Salah satu dari makanan yang dilarang ialah jenis dengan kandungan gluten. Susan mengatakan, gluten sebaiknya dihindari karena dapat memicu terjadinya inflamasi atau peradangan. Pasien autoimun tidak bisa mencerna gluten, sehingga residunya bisa menjadi racun di dalam tubuh.

Di samping itu penderita juga harus waspada terhadap produk susu. Jika penderita mengalami kambuh setelah mengonsumsi turunan produk susu, sebaiknya produk turunan susu dihindari konsumsinya. Sayuran yang dikonsumsi, menurut Susan, juga harus produk organik, karena sayuran pada umumnya rentan akan pestisida dan zat kimia lainnya.

"Yang harus benar-benar dihindari untuk pasien autoimun adalah zat aditif. Di antaranya adalah pengawet, perasa, MSG, dan apa pun turunannya. Intinya kita mau makanan senatural mungkin yang masuk ke tubuh kita. Itu rule paling pentingnya," ujar Susan.      rep: Adysha Citra Ramadani, ed: Dewi Mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement