Rabu 13 May 2015 14:00 WIB

PBNU Haramkan Eksploitasi Alam yang Merusak

Red:

JAKARTA--Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengharamkan eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang merusak lingkungan. Sebab, kerusakan lingkungan akan berdampak buruk terhadap kualitas hidup manusia. "Kalau lingkungan rusak, negara kita juga rusak," ujar Rais Syuriah PBNU Ahmad Ishomuddin kepada Republika, Senin (11/5).

Keputusan mengharamkan eksploitasi SDA diambil para kiai NU dalam sidang Bahtsul Masail di Pesantren Almanar Azhari, Depok, Jawa Barat. Keputusan para kiai menjadi peringatan bagi pemerintah agar mengawasi kerja perusahaan tambang secara ketat. Perusahaan-perusahaan yang mengabaikan kelestarian lingkungan tidak perlu diberi izin eksplorasi.

PBNU sebenarnya tidak mengharamkan aktivitas eksploitasi pertambangan. Sebab, barang-barang tambang, seperti minyak, gas, dan batu bara memang dibutuhkan umat. Namun, sepatutnya eksploitasi tidak dilakukan berlebihan hingga merusak ekosistem alam.

Ishomuddin mengatakan, perusahaan tambang yang mengantongi izin eksplorasi semestinya memerhatikan kriteria analisis dampak lingkungan (amdal). Namun, praktiknya, kata Ishomuddin, banyak perusahaan tidak memerhatikan amdal. Pada saat yang sama, pengawasan pemerintah lemah sehingga kerusakan alam bertambah parah. "Manfaat yang diperoleh tidak berimbang dengan kerusakan yang terjadi. Hal itu yang PBNU haramkan," ujarnya.

Kerusakan alam di Indonesia sudah memasuki tahap mengkhawatirkan. Ishomuddin mengatakan, jika bumi Indonesia dilihat dari pesawat terbang, akan terlihat lubang-lubang botak pada hutan yang gundul. Hal itu terjadi karena pengusaha tambang tidak bertanggung jawab mereboisasi bekas lahan tambang yang tidak lagi produktif. "Sebenarnya, itu kasat mata bagi orang-orang yang memiliki pikiran," kata Ishomuddin.

Ishomuddin meminta pemerintah tidak tinggal diam membiarkan perusahaan-perusahaan tambang merusak alam Indonesia. Menurutnya, pemerintah harus menggunakan kekuasaan untuk mengontrol, menegur, dan menghukum para perusak alam.

Pada bagian lain, Ishomuddin mengapresiasi langkah Muhammadiyah yang melakukan jihad konstitusi untuk memperbaiki undang-undang yang bertentangan dengan kemaslahatan rakyat. "Semua UU harus berpihak pada kepentingan rakyat. Jika ada substansi yang bertentangan, perlu diperbaiki," ujar Ahmad.

Ishomuddin mengatakan, organisasi kemasyarakatan Islam, seperti NU dan Muhammadiyah, merupakan ujung tombak rakyat. Karena itu, mereka perlu untuk mengingatkan pemerintah ihwal eksploitasi SDA ini.

Ketua Bidang Pelayanan Umat PP Hidayatullah Asrif Amin mengingatkan perusahaan tambang aspek manfaat dan mudarat dari bisnis yang mereka kerjakan. Sebab, selama ini hasil keuntungan eksploitasi alam lebih banyak dinikmati perusahaan sedangkan mudaratnya, seperti kerusakan alam dan pencemaran lingkungan, banyak dirasakan masyarakat umum. "Kita harus perhatikan manfaat dan mudaratnya apa. Jangan sampai mudaratnya banyak dirasakan masyarakat, sementara manfaatnya diprioritaskan ke yang lain atau bukan untuk masyarakat sekitarnya," kata Asrif kepada Republika.

Asrif menjelaskan, Islam membolehkan eksploitasi SDA sepanjang hasilnya memberi manfaat bagi kepentingan umum dan umat. Namun, perusahaan juga harus dibina agar bisa mengelola kekayaan alam secara syar'i. Tidak hanya itu, setelah melakukan eksploitasi, pihak pengelola harus memerhatikan agar lahan yang sudah dieksploitasi dipulihkan kembali agar tidak menimbulkan pencemaran yang membahayakan keberlangsungan ekosistem lain.

"Kalau dinyatakan halal atau haram, itu kurang tepat karena itu kan kaitannya dengan surga neraka. Harus dikaji lebih mendalam secara fikih. Hidayatullah berpendapat ini lebih disorot kepada manfaat dan mudarat yang tinjauannya melalui dakwah," ujar Asrif.

Aktivis lingkungan hidup mengajak umat Islam bisa bersinergi melawan perusakan lingkungan dan alam. Para ulama, tokoh Islam, maupun aktivis Islam diharapkan lebih gencar menyuarakan dakwah tentang kelestarian lingkungan dan alam. "Wajib hukumnya bagi umat Islam ikut menjaga lingkungan," kata Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Moestaqiem Dahlan kepada Republika.

Peringatan Alquran bahwa kerusakan alam di darat dan lautan terjadi karena ulah manusia benar-benar menjadi kenyataan. Dahlan mencontohkan proyek mass rapid transit (MRT) dan pembangunan enam ruas jalan layang nontol di Jakarta telah mengorbankan lebih dari 1.209 pohon berusia 30-35 tahun. Padahal, pohon berfungsi menyerap polusi yang menyebabkan kanker kulit. Parahnya, kata Dahlan, tidak ada kejelasan dari pemerintah soal pemanfaatan pohon yang ditebang. "Kayunya ke mana? Ini sama saja illegal loging di dalam kota yang di depan mata. Siapa yang mengawasi ini semua?" ujarnya.

Dahlan juga mengkritisi normalisasi sungai yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta. Menurutnya, normalisasi sungai jangan cuma mengeruk kedalaman sungai, tapi juga mesti melarang industri membuang limbah ke sungai. Sebab, limbah industri menjadi penyebab utama rusaknya ekosistem sungai. Kondisi lebih memprihatinkan juga terjadi di hulu. Dahlan mengatakan, banyak hutan dibabat dan dijadikan bangunan. Seharusnya, hutan dilestarikan oleh pemerintah. Namun, fakta yang terjadi hutan lindung dijual dengan difasilitasi pemerintah. Hal itu terjadi akibat lemahnya penegakan hukum.n c71 ed: m akbar wijaya

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement