Ahad 01 Mar 2015 17:13 WIB

Melestarikan Tatah Sungging dari Karang Watu

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, Dusun Karangwatu terkenal dengan seni tatah sungging wayang kulit. Meski begitu, bukan berarti dusun di Muntilan ini sentra pengrajin wayang. Kondisi nya justru sangat kontradiktif. "Seniman tatah sungging wayang bisa dihitung dengan jari," kata Dalang Ki Iswanto.

Dua orang pengrajin sedang menyelesaikan pembuatan wayang kulit di rumahnya. Ada yang sedang menatah kulit, yang lain sedang melakukan proses pewarnaan. Beberapa wayang yang sudah setengah jadi digantung di atas meja kerja. Sangat disayangkan tidak bisa melihat proses pembuatan dengan seksama. Saat saya berkunjung kerumah Ki Iswanto hari sudah sore. Para pengrajin sudah selesai bekerja.

Cerita Ki Iswanto menekuni dunia tatah sungging wayang kulit ini berawal dari kesukaannya terhadap wayang sejak kecil. Dulu setiap tahun di Klenteng Hok An Kiong selalu diadakan pertunjukan wayang, yakni tiap Imlek dan Cap Go Meh. "Dengan pertunjukan ini memengaruhi masyarakat sekitar dengan kesenian, terutama wayang kulit," lanjut Ki Iswanto atau akrab dipanggil juga Pak Is.

Bapak dua anak ini terjun di kesenian tatah sungging ini sejak 1989. Ia juga membuat kerajinan batu.

Dan, hingga kini kedua kesenian kriya ini berjalan bersama hanya tempat kerjanya yang berbeda. Untuk tatah sungging wayang dikerjakan di rumah dan untuk kriya batu di Ngrancah.

Untuk mendalami seni kriya, Pak Is kemudian melanjutkan sekolah di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada 1990 dan selesai 1998.

Namun, kriya batu dan logam pada awalnya menjadi pelajaran utama.

"Kebetulan sudah bisa tatah sungging dari awal jadi saat ada kuliah tatah sungging sudah bisa jadi asisten dosen," lanjut dia. Selanjutnya, ia belajar langsung dari Ketua Ga nasidi Ki Sukarjo Mangunwijoyo yang mendampingi semua pengrajin tatah sungging di wilayah Magelang. Karena permintaan wayang kulit sangat minim, Pak Is juga men dalami ilmu pedalangan pada dalang senior dan ke raton Yogyakarta.

Kini, ada sekitar delapan orang yang ikut mendalami kriya tatah sungging di daerahnya. Yang menjadi perhatian bahwa tatah sungging ini belum menjadi pekerjaan utama. Dalam perkembangan tatah sungging Pak Is tidak lepas dengan pengrajin di daerah lain, dari Imogiri dan Bangunjiwo, Bantul, Jika ada pesanan besar maka mau tidak mau harus berbagi pekerjaan. rep: Wihdan Hidayat ed: Nina Chairani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement