Senin 16 Jan 2017 15:00 WIB

Jepang Siap Bantu Selesaikan LCS

Red:

JAKARTA — Jepang menyatakan kesiapannya membantu menyelesaikan isu Laut Cina Selatan (LCS) yang melibatkan negara-negara ASEAN. Sejumlah negara ASEAN, seperti Filipina, Malaysia, dan Brunei terlibat sengketa wilayah dengan Cina di LCS.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Jepang Yasuhisa Kawamura mengatakan, Jepang siap membantu perundingan antara Cina dan negara-negara ASEAN. Hal itu, kata dia, juga disampaikan Perdana Menteri Shinzo Abe dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo.

"Jepang menyambut perundingan antara Cina dan ASEAN dengan tiga syarat, yaitu rule of law at sea," ujar Kawamura dalam acara press briefing di Hotel Fairmount, Jakarta, Ahad (15/1).

Rule of law at sea terdiri atas tiga prinsip yang dikemukakan Abe dalam acara 13th IISS Asian Security Summit. Menurut Kawamura, prinsip-prinsip ini yang perlu ditekankan kepada negara-negara yang bersengketa di LCS.

Prinsip pertama, kata dia, sebuah negara harus mengklarifikasi klaim wilayah mereka berdasarkan hukum internasional. Prinsip kedua, sebuah negara tidak perlu menggunakan kekerasan untuk menegaskan klaim wilayah mereka.

Sementara, prinsip ketiga, negara-negara harus menyelesaikan sengketa wilayah dengan damai. Kawamura menyatakan, Abe memberikan apresiasi terhadap Indonesia dan Filipina yang bisa menyelesaikan sengketa Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

 

Kedua negara dinilai telah memenuhi tiga syarat rule of law at sea dalam mengklaim wilayah masing-masing. Jepang secara terbuka mendukung upaya Filipina membuat resolusi perdamaian di Laut Cina Selatan. Jepang juga mendukung upaya Vietnam melakukan dialog.

Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay Jr menyatakan akan membiarkan rencana AS menghalangi Cina memasuki pulau-pulau buatan di wilayah LCS. Ia menyatakan, Filipina tak akan menghalangi langkah tersebut.

Ia beralasan, negara-negara Barat mempunyai kepentingannya sendiri di perairan internasional tersebut. LCS merupakan kawasan strategis yang menampung lebih dari setengah perdagangan global setiap tahunnya dengan nilai 5,3 triliun dolar AS.

"Jika kepentingan AS mencegah Cina menduduki wilayah sengketa di LCS, mereka bebas melakukannya," kata Yasay seperti dilansir laman berita the Manila Times, Ahad (15/1). Ia merespons pernyataan Rex Tillerson yang ditunjuk presiden terpilih, Donald Trump, sebagai menlu.

Dalam rapat dengar pendapat dengan para senator AS di Washington pekan lalu, Tillerson menyatakan, akses Cina ke wilayah yang diklaim mereka di kawasan LCS harus ditutup. Ia menegaskan, Cina harus menghentikan pembangunan pulau-pulau buatan di LCS.

Selain itu, mantan petinggi Exxon Mobil itu juga menyatakan, akses Cina ke wilayah tersebut harus dihalangi. Pada Jumat, media Cina mengingatkan akan terjadi perang kalau AS benar-benar menjalankan rencana tersebut.

"Kecuali AS berencana menggelar perang besar di LCS, upaya mencegah Cina ke pulau-pulau yang kami miliki merupakan tindakan bodoh," demikian editorial Global Times, media yang dimiliki Pemerintah Cina.

Sikap yang sama disampaikan China Daily. Surat kabar ini menyatakan, akan muncul konfrontasi antara Cina dan AS. "Bagaimana AS menutup akses Cina ke wilayah sendiri tanpa menimbulkan reaksi defensif?"

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Lu Kang mendesak Washington untuk mengurus urusannya sendiri saja. "Situasi di LCS sudah adem. Kami berharap negara nonregional menghormati konsensus yang ada," ujarnya.

Yasay menyatakan, Filipina akan melanjutkan perundingan bilateral dengan Cina. Ia ingin ada cara damai dalam menyelesaikan sengketa di LCS. Pembicaraan juga terkait putusan pengadilan arbitrase internasional yang berpihak pada Filipina.

Pengadilan yang berbasis di Denhaag itu membatalkan klaim Cina di LCS pada Juli 2016. Mereka menguatkan United Nations Convention on the Law of the Sea (Unclos) yang memberikan hak kepada Filipina atas wilayah yang disebut sebagai ZEE.

"Kami berkepentingan melindungi hak dan menyelesaikan kasus ini," kata Yasay. Filipina, jelas dia, menghendaki pelaksanaan keputusan pengadilan tanpa gejolak dan sesuai dengan hukum yang berlaku secara internasional.       rep: Fira Nursya'bani, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement