Ahad 15 Jan 2017 16:00 WIB

Manajemen Dana Haji Harus Matang

Red:
Petugas menata koper calon haji di Embarkasi Jakarta Bekasi, Kota Bekasi, Jabar (18/8). (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Petugas menata koper calon haji di Embarkasi Jakarta Bekasi, Kota Bekasi, Jabar (18/8). (Republika/ Yasin Habibi)

JAKARTA -- Pembangunan infrastruktur bisa menjadi pilihan investasi jangka panjang untuk pengelolaan dana haji. Meskipun, memang dibutuhkan kematangan institusi untuk bisa melakukan hal tersebut.

Bila BPKH masih baru dan hendak me lakukan investasi langsung, kapasitas analisis kelayakan dan mana jemen investasinya harus matang, ujar peneliti ekonomi syariah STEI SEBI, Azis Budi Setiawan, melalui telepon, Sabtu (14/1).

Memang, ujar Azis, akan lebih bagus bila sudah ada badan pengelola keuangan haji (BPKH). Pengurus BPKH pun diharapkan diisi para profesional dan memahami manajemen investasi. Horizon BPKH harus luas se hingga bisa melihat mana yang potensial dan bisa didorong, kata Azis.

Saat ini, sesuai ketentuan dalam PMA 23/2011 tentang Pengelolaan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH), Kemenag melakukan pengembang an dana haji melalui tiga skema, yaitu membeli surat berharga syariah negara (SBSN), membeli surat utang negara (SUN), dan/atau menem patkan dalam bentuk deposito berjangka. Dengan acuan itu, Kemenag tidak melakukan penempatan dana haji untuk pembangunan infrastruktur.

Selain pembangunan infrastruktur, sektor riil lain yang memungkinkan adalah terkait investasi di komoditas yang menunjukkan tanda pemulihan. Investasi langsung pada perusahaan yang bergerak di sektor riil pun dimungkinkan. Apalagi, banyak perusahaan Indonesia yang menunjukkan performa bagus.

Opsi lain di sektor riil adalah industri halal. Dengan menempat kan dana haji ke sektor pariwisata halal, ada interkoneksi antara sektor keuangan dan sektor riil, kata Azis. Wisata halal terbilang potensial. Rantai usaha yang diciptakan sektor wisata ini juga panjang. Apalagi, tren wisata halal global sedang naik. Di Indonesia, sektor ini juga sedang digencarkan.

Beberapa perusahaan yang bergerak di wisata halal juga sudah mendapat sertifikat kesesuaian syariah atau sertifikat halal dari MUI sehingga secara kelayakan sudah memadai dan sisi syariah sudah terpenuhi. Dengan potensi besar, wisata halal butuh investasi besar untuk mem bangun infrastrukturnya.

Sebelumnya, Bappenas mengusul kan agar dana haji diinvestasikan ke infrastruktur di mana imbal hasilnya kelak bisa dikembalikan ke jamaah haji. Sampai saat ini, dana haji yang ditangani Kementerian Agama masih ditempatkan di instrumen keuangan syariah, seperti SBSN dan deposito bank syariah.

Sementara, berbicara mengenai dana haji, DPR menyebut aturan keuangan haji dan BPKH harus ada lebih dulu. Karena, dana haji adalah dana umat dan BPKH merupakan lem baga yang diamanatkan mengelola dana tersebut.

Anggota Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amalia mengatakan, sudah ada undang-undang yang mengatur pengelolaan dana haji, yakni UU Nomor 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (PKH). Di sana jelas disebut pengelolaan dana haji merupakan kewenangan BPKH.

UU 34/2014 juga menyebut da lam setahun peraturan perundang an nya harus sudah jadi. UU 34 di sah kan 2014. Ini sudah 2017. Ini akan jadi catatan kami untuk menteri aga ma dalam rapat kerja Senin, kata Ledia.

Ia menekankan, saat ini fokus Kementerian Agama adalah menyelesai kan dulu peraturan turunan UU 34/2014 tentang PKH dan membentuk BPKH. Apalagi, UU PKH adalah inisiatif dari pemerintah sehingga harusnya lebih paham. Ini uang umat, harus ikut aturan. Buat aturan turunannya dulu. Jangan jadi pelanggar aturan, ung kap Ledia.

Wakil Ketua Dewan Syariah Nasio nal MUI Adiwarman Karim menilai usulan Bappenas untuk menginves tasikan dana haji ke infrastruktur adalah benar.

Ini karena dana haji yang ditempatkan ke SBSN dan SUN akan masuk dalam pengelolaan Kementerian Keuangan. Di Kemenkeu, dana dari berbagai sumber yang masuk ke kas negara bisa dialoka sikan untuk infrastruktur. Pada saat dana haji sudah masuk ke SBSN atau SUN, bukan Kemenag lagi yang mengelola dana haji.

Namun, benar juga bila Kemenag mengatakan investasi dana haji menunggu terbentuknya BPKH dulu. Pun benar saat Kemenag menempatkan dana haji ke SBSN. Ada aturan yang harus diikuti, kata dia. Dengan aturan yang ada saat ini, penempatan dana haji oleh Kemente rian Agama terbatas pada instrumen keuangan. Kelak bila BPKH terbentuk, instrumen investasi dana haji bisa lebih leluasa.

Saat BPKH sudah ada, ujar dia, badan ini bisa melakukan beragam investasi, termasuk ke sektor riil. Penggunaannya akan spesifik. In strumen investasinya juga harus dipikirkan. Termasuk dibolehkan juga bila dana haji nanti akan diinvestasikan dengan membangun jalan tol.

Pembangunan jalan tol ini juga nanti bisa bersama dengan pembiayaan dari bank syariah menggunakan struktur mudharabah muqayyadah, sukuk infrastruktur, green sukuk, atau sukuk berbasis proyek (PBS) yang sudah ada.     rep: Fuji Pratiwi, ed: Mansyur Faqih

UU NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PKH

Dalam penjelasan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (PKH), peraturan pelaksana dan badan pengelola keuangan haji (BPKH) harus sudah terbentuk paling lama satu tahun sejak undang-undang ini diundangkan. UU PKH sendiri disahkan pada 17 Oktober 2014.

Dalam UU Nomor 34/2014, BPKH bertugas mengelola keuangan haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban keuangan haji.

Sehingga, BPKH berwenang menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai manfaat. Juga melakukan kerja sama dengan lembaga lain dalam rangka pengelolaan keuangan haji.

BPKH sendiri wajib mengelola keuangan haji secara transparan dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kepentingan jamaah haji dan kemaslahatan umat Islam, memberikan informasi melalui media mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya secara berkala setiap enam bulan.

BPKH juga wajib memberikan informasi kepada jamaah haji mengenai nilai manfaat BPIH melalui rekening virtual setiap jamaah haji, melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku, melaporkan pelaksanaan pengelolaan keuangan haji secara berkala setiap enam bulan kepada menteri dan DPR, membayar nilai manfaat setoran BPIH secara berkala ke rekening virtual setiap jamaah haji, dan mengembalikan selisih saldo setoran BPIH dari penetapan BPIH tahun berjalan kepada jamaah haji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement