Senin 13 Oct 2014 13:00 WIB

Bandara Siaga Ebola

Red: operator
Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof.DR. Sri Oemajati, Jakarta
Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof.DR. Sri Oemajati, Jakarta

 AS kembali mengonfirmasi warganya terjangkit ebola.

REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK — Sejumlah negara meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran virus ebola. Amerika Serikat mulai memberlakukan pemeriksaan khusus di Bandara Internasional John F Kennedy, New York, terhadap penumpang yang berasal dari tiga negara terjangkit ebola, Sabtu (11/10).

Tim medis memeriksa khusus penumpang dari Guinea, Liberia, dan Sierra Leone. Mereka diminta mengisi kuesioner dan mesti menjalani pemeriksaan suhu badan.

  

Mohamed Dabo (22 tahun), warga Negara Bagian Indiana yang baru pulang dari Guinea, terkejut atas pemeriksaan yang diperketat itu. Dabo akhirnya mesti menjalani pemeriksaan hingga dua jam. "Saya tidak tahu apa yang terjadi. Saya harus duduk di sana dua jam," kata Dabo.

AS meningkatkan kesiagaan menyusul kematian seorang warganya, Thomas Duncan, pekan lalu. Duncan yang sempat dirawat di Rumah Sakit Presbyterian Texas tewas terjangkit ebola seusai mengunjungi Liberia.

Pada Ahad (12/10), petugas medis yang merawat Duncan dilaporkan positif terjangkit virus ebola. Dia menjadi orang kedua di AS yang didiagnosis terjangkit ebola. Petugas itu sempat menderita demam pada Jumat (10/10) dan langsung menjalani pemeriksaan.

John F Kennedy (JFK) merupakan satu dari lima bandara AS yang menjadi tempat ketibaan penumpang pesawat dari tiga negara terjangkit. Selain JFK, masih ada Bandara Newark Liberty, Washington Dulles, Chicago O'Hare, dan Hartsfield-Jackson Atlanta. Pemberlakuan prosedur pemeriksaan baru di empat bandara itu akan dimulai pada Kamis (16/10).

Komisioner Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) R Gil Kerlikowske mengatakan, karena tidak ada penerbangan langsung dari negara terwabah, CBP memeriksa penumpang dengan melihat informasi penerbangan dan paspor. Dengan menggunakan alat pengukur suhu, staf CBP akan memeriksa suhu penumpang tersebut. Petugas juga mengajukan pertanyaan melalui kuesioner yang telah disediakan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, penyebaran virus ebola di luar perkiraan. Pekan lalu, WHO melansir, sudah 4.032 orang tewas karena ebola dari 8.300 kasus positif. Selain AS, negara lain yang terdampak virus ebola dari wilayah terjangkit, yakni Spanyol, Nigeria, dan Senegal.

Rumah Sakit Madrid memantau tiga pasien lagi yang diduga mengalami gejala ebola. Dari 15 pasien yang dirawat, sejauh ini tak satu pun yang didiagnosis positif ebola. Spanyol mengonfirmasi seorang warganya, Teresa Romero, positif terjangkit ebola. Kondisinya dilaporkan membaik.

Di Inggris, pemerintah mencegah agar virus ebola tak masuk ke negara mereka. Pemeriksaan ketat diberlakukan di bandara bagi penumpang pesawat yang tiba dari tiga negara terjangkit. Kantor perdana menteri Inggris memerintahkan penumpang yang tiba dari wilayah wabah akan dimintai keterangan dan bisa menjalani perawatan.

Kawasan Asia juga siaga terhadap penyebaran ebola. Menurut WHO, Asia Timur merupakan wilayah yang rawan menjadi area penyebaran mengingat statusnya sebagai pusat perdagangan. Kawasan ini juga menjadi jalur penghubung dan tempat pekerja migran.

Namun, kata Direktur WHO untuk Kawasan Pasifik Bara Shin Young-soo, negara di kawasan Asia Timur jauh lebih siap mengantisipasi virus ini dibanding wilayah lain. Alasannya, negara di Asia Timur telah menghadapi berbagai kasus virus berbahaya, seperti sindrom pernapasan akut (SARS) dan flu burung.

 

Pekan lalu, Taiwan mengarantina wanita asal Nigeria karena suhu tubuhnya di atas normal. Sejumlah negara lain yang melaporkan dugaan kasus ebola, yakni Makedonia, Australia, dan Prancis.

Utusan khusus PBB untuk penanganan ebola, David Nabarro, seperti dikutip BBC, mengatakan, kasus ebola meningkat pesat, tapi kesadaran komunitas internasional bisa menangani virus ini. Menurutnya, kasus ebola dapat diatasi dalam tiga bulan.

Adapun, Pemerintah Rusia mengklaim sukses memproduksi tiga vaksin ebola. "Kami telah menciptakan tiga vaksin dan kami pikir ketiganya akan siap dalam enam bulan ke depan. Salah satunya sudah siap uji klinis," ujar Menteri Kesehatan Rusia Veronika Skvortsova, Sabtu (11/10). n reuters/c64 rep: gita amanda ed: teguh

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement