Sabtu 04 Oct 2014 14:30 WIB

‘Cuaca Panas Bikin Mereka Lebih Agresif’

Red: operator

Budi Hidayah (33 tahun) tanpa takut menyentuh hidung seekor harimau sumatra. Dia hanya terpisahkan oleh selapis teralis besi yang mengurung sang raja hutan. Di belakangnya, seekor singa afrika berukuran besar mengendus-endus celah di bagian bawah kandangnya.

Hewan-hewan buas ternyata memiliki kesamaan dengan manusia, gerah kalau kepanasan. Cuaca panas yang melanda Jakarta beberapa pekan terakhir tampaknya ikut berimbas terhadap kehidupan satwa di Kebun Binatang Ragunan (KBR), Jakarta Selatan.

Budi, yang sehari-hari bekerja sebagai petugas di penangkaran harimau, mengaku sejak kemarau datang pihaknya harus lebih intensif menyirami tubuh harimau dan singa untuk membuat mereka nyaman. "Mereka harus lebih sering dimandikan. Cuaca panas bikinmereka lebih agresif," ujarnya kepada Republika, Kamis (2/10).

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Yasin Habibi/Republika

Sehari-harinya pengelola memanfaatkan air waduk untuk memenuhi kebutuhan air satwa. Berdasarakan pantauan Republika, waduk yang terletak dekat dengan kandang reptil memang mengalami penyu sutan, terlihat dari batas air yang tampak di dinding waduk. Untuk mengantisipasinya, pihak pengelola KBR memaksimalkan peng gunaan air tanah dari beberapa sumur resapan yang mereka miliki.

Hewan memang dikenal sensitif terhadap perubahan cuaca. Di alam mereka secara naluri mengenal istilah "migrasi" untuk berlindung dari cuaca ekstrem. "Khususnya burung. Mereka lebih peka terhadap perubahan cuaca," ujar Syafri Edwar, dokter he wan yang bekerja di KBR. Syafri menambahkan, satwa yang berubah sikap dan agresif menunjukkan ketidaknyamanan terhadap cuaca panas. "Makanya (harus) sering dimandikan."

Wahyudi Bambang selaku humas Kebun Binatang Ragunan menjelaskan, pihaknya sudah mengantisipasi kedatangan musim kemarau, salah satunya dengan optimalisasi waduk dan sumur resapan. "Wilayah Ragunan memiliki ketersediaan air tanah yang cukup. Hal ini karena kami punya wilayah resapan yang luas," katanya menjelaskan.

Pengelola kebun binatang juga menggunakan selang hydrantuntuk menambah ketersediaan air bagi hewan. Bambang juga menambahkan, pihak KBR tidak akan membatasi kebutuhan air bagi hewan koleksi mereka. "Untuk hewan butuh berapa pun kami upaya kan," ujarnya. Selain hewan, pengelola juga menjadwalkan penyiraman tanaman setiap hari nya.

Sumur dan dam Berbeda dengan Ragunan, Kebun Binatang Gembira Loka atau Gembira Loka Zoo, Yogyakarta, tidak pernah mengalami kesulitan air untuk kebutuhan binatangnya. Alasannya, Gembira Loka Zoo (GL Zoo) yang dibangun pada 1933 atas prakarsa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dibelah oleh Sungai Winongo atau Gajah Wong.

Thomas Karsten, arsitektur Belanda yang dipercaya untuk membangun Gembira Loka, mem buat dam di Sungai Gajah Wong yang kemudian airnya dimasukkan ke kebun binatang.

Air yang melimpah ini tidak hanya untuk kebutuhan minum dan mandi binatang, tetapi juga untuk mencukupi danau buatan yang cukup luas untuk wisata air.

"Adanya suplai air dari Sungai Gajah Wong, Gembira Loka tidak pernah mengalami kekurangan air," kata Sekretaris Yayasan Gembira Loka, Sri Khrisna, di Yog yakarta, Jumat (3/10).

Bahkan dalam rangkaian ulang tahun GL Zoo ke-61, Yayasan Gembira Loka memberikan bantuan air bersih kepada warga Desa Sambirejo, Kecamatan Pram banan, Kabupaten Sleman, DIY, Kamis (2/10). Bantuan enam tangki air bersih secara simbolis diserahkan Khrisna kepada Kepala Desa Sambirejo, Mujimin. Air bersih tersebut disimpan di bak pe nampungan air Masjid Nurul Huda.

Mujimin menambahkan, desa yang mengalami kekeringan di wilayah Kecamatan Pram banan, Sleman, pada 2014 ini ada tiga, yaitu Desa Sambirejo, Wukir harjo, dan Gayamharjo. Karena itu, Mujimin merasa beruntung mendapatkan bantuan air bersih dari Gembira Loka sehingga Desa Sambirejo tidak mengalami kesulitan air ketika merayakan Idul Adha.

Kekeringan yang melanda beberapa daerah di Jawa Barat, khususnya Bandung, juga belum sampai menjalar ke Kebun Binatang Taman Sari Bandung. Hal itu yang diakui pengelola kebun binatang yang berlokasi di Jalan Taman Sari, Kota Bandung.

Selain karena lokasi kebun binatang yang lebat dengan pe pohonan hijau, di lokasi tersebut juga tersedia lahan persediaan air.

Setidaknya ada 10 titik sumur resapan yang dikhusus kan untuk mengantisipasi kurangnya persediaan air pada musim kemarau.

"Selama ini Taman Sari ini belum terganggu kekeringan seperti itu, apalagi sampai ke keringan untuk konsumsi satwa,"

ujar Humas Kebun Binatang Taman Sari Bandung, Sudaryo, kepada Republika, Jumat (3/10).

Adanya 10 sumur resapan tersebut, menurut Sudaryo, sangat berperan terhadap penyediaan air di Kebun Binatang. Selama musim hujan juga selain berlimpah, sumur resapan tersebut dioptimalkan untuk pembersihan satwa-satwa. "(Sumur resapan) Sudah ada sejak puluhan tahun, tersebar di 14 hektare kebun binatang," kata dia.

Pantauan Republika, di beberapa kandang satwa persediaan air masih dirasa mencukupi, seperti di penangkaran Buaya Muara masih terlihat normal, begitu pun di lokasi satwa yang banyak mengonsumsi air. Hanya saja, dampak kekeringan begitu terasa di beberapa kandang yang sekelilingnya tidak ditumbuhi pepohonan. Teriknya matahari disertai angin makin membuat lokasi terlihat kering.

Jika banyak kebun binatang memanfaatkan sumur-sumur resapan saat kemarau, pengelola Taman Safari Indonesia (TSI), di Cisarua, Bogor, berharap pada debit air terjun yang ada di sekitar TSI. Riri, petugas bagian Eng lish Speaker TSI,  mengatakan, sejauh ini semuanya masih baik-baik saja.

Riri menyatakan, kebutuhan air untuk hewan di TSI pasokannya masih lan car karena langsung dipasok dari air terjun kawasan Puncak. Dia mengaku dalam beberapa tahun terakhir, TSI tidak pernah terganggu dengan adanya musim ke marau bagi hewan-hewan di dalamnya. rep:c85/heri pur wata/c63/c84/c80, ed:andri saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement