Sabtu 07 Jan 2017 18:00 WIB

Kementan Menindaklanjuti Sistem Clustering

Red:

JAKARTA  --  Presiden Joko Widodo meminta adanya pengelompokan sektor pertanian di dalam negeri. Presiden juga mengarahkan pemerintah daerah agar berfokus pada produksi tanaman spesifik, sehingga memiliki komoditas unggul masing-masing.

Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman akan menindaklanjuti permintaan orang nomor satu di Tanah Air tersebut. "Itu benar, karena cluster untuk skala ekonomi," kata Amran kepada Republika di Jakarta, Jumat (6/1).

Amran mencontohkan komoditas unggul di Pulau Jawa, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah padi. Sedangkan, untuk pengembangan produksi jagung di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Syakir menambahkan, pihaknya telah melakukan pemetaan terkait komoditas unggul di setiap wilayah Indonesia. Prinsip clustering tersebut ada yang mayor dan minor.

Syakir mengatakan, Kabupaten Dompu selama ini mengandalkan jagung sebagai komoditas unggulannya. Tapi, bukan berarti di kabupaten tersebut tidak terdapat komoditas pertanian lainnya, meski kurang optimal hasil akhirnya.

Kata Syakir, untuk menerapkan sistem clustering, pertanian perlu memperhatikan beberapa aspek, seperti penyesuaian dengan ekosistem setempat. Termasuk, aksesibilitas ke pasar untuk memasarkan komoditas yang diproduksi.

"Jadi, pada prinsipnya bagaimana mengembangkan komoditas pertanian memiliki daya saing. Sehingga, kalau itu untuk ekspor, memiliki daya saing untuk ekspor, sedangkan untuk dalam negeri (harus) mencukupi keperluan dalam negeri," katanya.

Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjen Perkebunan) Kementan pada tahun ini siap melakukan intensifikasi perkebunan kopi seluas 8.850 hektare (ha) di sentra-sentra produksi. Dirjen Perkebunan Kementan Bambang mengatakan, kegiatan intensifikasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman serta produksi kopi nasional.

"Untuk kegiatan tersebut, kami mengalokasikan anggaran sebanyak Rp 35,5 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Ditjen Perkebunan," katanya.

Menurut Bambang, kegiatan intensifikasi perkebunan kopi tersebut, antara lain, berupa perbaikan tanaman kopi robusta seluas 4.900 ha yang tersebar di sembilan provinsi meliputi 22 kabupaten sentra produksi. Kemudian, perbaikan tanaman kopi jenis arabika seluas 3.750 ha di 17 kabupaten sentra produksi yang tersebar di 10 provinsi serta perluasan areal seluas 200 ha di dua kabupaten di Kalimantan Tengah.

Bambang menyatakan, melalui kegiatan intensifikasi tanaman dan perluasan lahan tersebut, pihaknya menargetkan produksi kopi nasional pada 2017 sebanyak 637.539 ton dengan total luas perkebunan mencapai 1,227 juta ha. Target tersebut, lanjutnya, lebih rendah dari 2016 yang luas perkebunan kopinya di Tanah Air mencapai 1,228 juta ha dengan produksi sebanyak 639.305 ton.

Selain intensifikasi tanaman dan perluasan lahan, upaya lain yang akan dilakukan Ditjen Perkebunan untuk meningkatkan produksi kopi nasional, antara lain, dengan penanganan organisme pengganggu tanaman, pemberian bantuan alat pengolahan dan pascapanen, pemberian bibit berkualitas serta perbaikan kebun induk. "Saat ini, gairah petani menanam kopi sedang meningkat karena dalam dua tahun terakhir terjadi kenaikan harga kopi di pasaran," kata Bambang.

Menyinggung produksi kopi nasional, Bambang menyatakan, dalam lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang nyata, yakni sekitar 1,29 ton per tahun selama 2010-2015, sedangkan produktivitas 1,24 kg per ha dan luas areal 0,33 ha per tahun.

Menurut Bambang, pada 2010 produktivitas kopi nasional sebanyak 686.921 ton dengan produktivitas tanaman 779 kg per ha dan luas areal 1,21 juta ha sementara pada 2015 luas areal mencapai 1,23 juta ha, produksi sebanyak 639.412 ton, dan produktivitas 707 kg per ha.

Namun, Bambang mengakui, sejumlah kendala untuk peningkatan produksi kopi di Tanah Air, seperti tanaman yang sudah tua, keterbatasan benih berkualitas, serta penerapan good agriculture practice (GAP) atau budi daya yang baik belum optimal. Saat ini, Indonesia menduduki posisi keempat dunia sebagai negara produsen kopi di bawah Brasil, Vietnam, dan Kolombia.       rep: Melisa Riska Putri/antara, ed: Citra Listya Rini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement