Jumat 10 Oct 2014 13:00 WIB

Pendapatan Timpang, Pajak Meleset

Red:

JAKARTA — Target penerimaan pajak dinilai hampir tidak pernah terpenuhi karena ketimpangan pendapatan di Tanah Air melebar.

Peneliti Analis Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengungkapkan bahwa target penerimaan pajak penghasilan (PPh) di Indonesia hampir tidak pernah tercapai dalam 10 tahun terakhir. Rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio selama 2008-2013 baru sebesar 13,3 persen. Nilai rasio pajak yang rendah, di antaranya terdapat di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, yakni 1,3 persen pada 2013, dan sektor konstruksi  1,59 persen.

"Padahal, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah mengatakan menargetkan tax ratio 19 persen," katanya dalam diskusi panel "Pajak untuk Kesejahteraan Masyarakat" di Jakarta, Kamis (9/10).

Rasio pajak di Tanah Air tersebut jauh tertinggal dibandingkan negara lain.

Ia mencontohkan, rasio pajak di Korea Selatan sudah mencapai 24 persen. Selain itu, tingkat kepatuhan membayar pajak di Tanah Air cenderung menurun sejak 2012. Yustinus menyebutkan, kepatuhan pembayaran pajak baru 60 persen.

Kondisi perpajakan di Indonesia tersebut dinilai terjadi karena distribusi pendapatan yang tidak merata. "Berdasarkan Palma Index, jumlah orang kaya yang hanya dua persen semakin tinggi akumulasi pendapatannya dan terus melonjak sejak 1999. Sedangkan, pendapatan jumlah orang miskin dan menengah cenderung stagnan," ujarnya. Nilai PPh dari nonkaryawan stagnan di angka Rp 5 triliun. Selain itu, PPh pegawai menembus Rp 105 triliun.

Selain itu, Tenaga Pengkaji Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Dasto Ledyanto, mengatakan bahwa penerimaan pajak tidak memenuhi target karena minimnya setoran PPh dari wajib pajak (WP) orang pribadi (OP). Jumlah setoran PPh yang dibayar WP pribadi lebih sedikit dibandingkan WP badan usaha. Pada 2012, PPh OP tercatat sebesar Rp 3,763 triliun dan 2013 sebesar Rp 4,3 triliun. Sedangkan PPh badan usaha tercatat Rp 152,6 triliun pada 2012 dan meningkat menjadi Rp 155 triliun pada 2013.

Kendala sulitnya memenuhi target pajak juga datang dari minimnya SDM. Ia membandingkan Jepang yang memiliki 60 ribu SDM pajak untuk memungut pajak dari penduduk 120 juta jiwa. "Sedangkan, SDM perpajakan di Indonesia hanya 32 ribu," ujarnya. Padahal, jumlah penduduk Indonesia hampir 250 juta jiwa.   rep:rr laeny sulistyawati ed: nur aini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement