Kamis 12 Jan 2017 18:00 WIB

Revisi PP Minerba Sudah Diparaf

Red:

JAKARTA -- Penyesuaian aturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara sudah ditandatangani pemerintah. PP tersebut merupakan perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang juga mengatur mengenai izin ekspor konsentrat bagi perusahaan tambang.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Luhut Binsar Pandjaitan. "Iya, tadi kita sudah paraf. Tunggu saja nanti diumumkan," ujar Luhut di kantor Kemenko Maritim, Jakarta, Rabu (11/1).

Kendati demikian, Luhut enggan memberikan penjelasan teperinci mengenai poin revisi PP tersebut, termasuk kesempatan relaksasi ekspor konsentrat bagi para pemegang kontrak karya yang salah satunya PT Freeport Indonesia. Sebagai catatan, jika PP ini tidak direvisi, para pemegang kontrak karya (KK), seperti PT Freeport Indonesia, tidak bisa lagi mengekspor konsentrat tembaga per 12 Januari. "Tunggu pengumumannya. Intinya harus bangun smelter," tutur mantan menko polhukam ini.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan, revisi PP ini masih menunggu tanda tangan Presiden Joko Widodo. "Pemerintah sekarang sedang menyiapkan peraturan untuk adanya penyesuaian terhadap PP Nomor 23 Tahun 2010 dan peraturan-peraturan pemerintah sebelumnya dibuat untuk memperjelas persetujuan hilirisasi satu dan lain hal terkait dengan arahan di atas," kata Jonan.

Presiden Joko Widodo mengamanatkan kebijakan hilirisasi mineral harus mempertimbangkan enam hal. Pertama, mineral dan batu bara harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kedua, peningkatan penerimaan negara. Ketiga, terciptanya lapangan kerja bagi rakyat Indonesia. Keempat, dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. Kelima, iklim investasi yang kondusif. Keenam, divestasi harus dilaksanakan hingga mencapai 51 persen.

Jonan mengatakan, dalam pembahasan hilirisasi mineral ke depan, akan dipertegas beberapa kebijakan yang akan diatur dalam peraturan pemerintah atau peraturan Menteri ESDM, antara lain, menyangkut perubahan kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), kemudian kewajiban divestasi, dan juga perpanjangan waktu ekspor dengan kewajiban pembangungan smelter, luas wilayah usaha, kewajiban penyerapan bijih kadar rendah di dalam negeri, dan juga sanksi. "Dengan adanya ketentuan tersebut, diharapkan akan mendorong percepatan pelaksanaan hilirisasi mineral sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 4 Tahun 2009," ujarnya.

Kerek investasi

Kebijakan pemerintah yang mengharuskan pengolahan dan pemurnian barang tambang sebelum diekspor mengerek investasi asing di industri smelter dalam negeri sebesar Rp 20 triliun. "Kami berharap industri smelter bisa meningkatkan kontribusi (sektor industri) terhadap PDB," kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, IG Putu Suryawiran.

Menurut dia, setelah krisis ekonomi 1998, kontribusi industri terhadap PDB mengalami penurunan. "Sebelum krisis, kontribusi industri terhadap PDB mencapai sekitar 30 persen, sekarang kurang dari 30 persen," ujar dia.

Oleh karena itu, ia sangat berharap realisasi dan operasi industri smelter yang banyak tersebar di daerah penghasil tambang, termasuk di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah, bisa berjalan lancar dan tidak diganggu isu penggunaan tenaga kerja asing. "Penggunaan tenaga kerja asing merupakan konsekuensi logis dari itu (pengembangan industri smelter)," kata Putu.

Ia mengatakan, sejauh ini Indonesia belum memiliki atau masih prematur dalam teknologi pengembangan industri smelter sehingga masih bergantung pada tenaga kerja asing. Ia mencontohkan, dalam pekerjaan pemasangan mesin dan batu bata tungku pemanas tahan api untuk proses pengolahan dan pemurnian hasil tambang pada smelter, masih memerlukan keahlian khusus sehingga dibutuhkan tenaga kerja asing yang ahli dalam bidang tersebut.      rep: Frederik Bata/antara, ed: Satya Festiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement