Jumat 03 Jun 2016 17:00 WIB

SMA Muhammadiyah 4 Cibodas Bekali Siswa Keterampilan Kaligrafi

Red:

Sejak setahun lalu, SMA Muhammadiyah 4 Cibodas, Tangerang, Banten, telah membuka program ekstrakurikuler penulisan kaligrafi untuk para siswanya. Kegiatan seni menulis indah ini terbilang masih cukup jarang digelar oleh sekolah lain karena terbatasnya tenaga pengajar yang piawai atau ahli di bidang tersebut.

Kepala SMA Muhammadiyah 4 Cibodas Muslih mengatakan, kendati terbilang baru membuka program ekstrakurikuler kaligrafi, para siswa cukup mengapresiasi hadirnya kegiatan tersebut. Walaupun, ia mengakui, peserta ekstrakurikuler kaligrafi di SMA Muhammdiyah 4 belum sebanyak kegiatan lain, seperti di bidang olahraga atau kesenian.

Kendati demikian, Muslih sebagai kepala sekolah dan pengajar ekstrakurikuler kaligrafi, tetap membuka kegiatan itu untuk para siswa. Ia berpendapat, dalam proses belajar mengajar, guru tidak hanya diwajibkan untuk memberi ilmu, tetapi juga membekali para siswanya dengan keterampilan khusus.

Bertolak dari hal tersebut, Muslih mencoba menyediakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler, salah satunya kaligrafi, untuk mengasah potensi keterampilan yang dimiliki para siswanya. "Intinya kita mencoba memberikan wadah untuk anak-anak untuk mengembangkan potensi (keterampilan) dirinya sesuai dengan yang mereka sukai," ujarnya kepada Republika, Jumat (27/5).

Seperti ekstrakurikuler lainnya, kegiatan belajar mengajar kaligrafi di SMA Muhammadiyah 4 dilaksanakan setiap Jumat. Muslih, sebagai pengajar, memberikan waktu sekitar dua jam untuk kegiatan ini dengan materi belajar yang telah disusun olehnya, terutama yang berikaitan dengan jenis-jenis  kaligrafi dalam bahasa Arab.

Muslih mengungkapkan, ada delapan jenis kaligrafi yang diajarakan kepada para murid. Pertama, khat Nasakh (Naskhi). Khat tersebut, kata Muslih, merupakan salah satu jenis khat yang paling mudah dibaca. Khat ini, menurutnya, jenis yang paling sering ditemukan ketika kita melihat atau membaca tulisan ayat pada mushaf Alquran. "Khat ini juga sering digunakan untuk menyalin teks-teks ilmiah. Karena jenis ini relatif sangat mudah dibaca dan ditulis, maka tulisan ini paling banyak digunakan oleh para Muslim dan orang Arab di belahan dunia," katanya menerangkan.

Kedua adalah jenis khat Tsuluts (Tsulutsi). Menurut Muslih, khat ini juga termasuk jenis yang populer, meskipun jarang digunakan untuk tulisan Alquran. Kendati demikian, ia tetap memperkenalkan khat ini kepada para siswa SMA Muhammadiyah 4. Sebab, khat Tsuluts memiliki bentuk yang indah dan dekoratif. "Tsuluts tetap memegang peran penting dalam dunia kaligrafi Arab sebagai tulisan hias. Ia juga kerap dipakai untuk penulisan judul, nama, atau kepala surat," ujar Muslih.

Jenis ketiga yang diajarkan Muslih kepada muridnya adalah khat Diwani. Khat ini merupakan salah satu gaya khat yang diciptakan oleh masyarakat Turki Usmani. Karakter khat Diwâni yang mudah dikenal adalah putarannya sehingga tidak satu pun huruf yang tak mempunyai lengkungan. Goresannya pun lentur dan lembut. Hal tersebut memudahkan Diwani beradaptasi dengan tulisan apa pun.

Muslih mengungkapkan, khat Diwani mulai berkembang luas pada akhir abad ke-15 yang dipelopori oleh seorang kaligraf bernama Ibrahim Munif dari Turki. Ia menerangkan, tulisan ini mulai populer setelah penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Muhammad al-Fatih tahun 875 Hijriyah.

Selain khat Diwani, khat lainnya yang diajarkan oleh Muslih adalah Diwani Jali. "Khat Diwani Jali adalah hasil pengembangan dari Diwani. Perbedaannya terletak pada penggunaan titik untuk memenuhi ruang kosong tulisan," ujar pengajar lulusan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Muhammadiyah Bandung tersebut.

Jenis khat kelima yang diajarkan Muslih adalah khat Riq'ah. Khat ini merupakan salah satu gaya khat ciptaan masyarakat Turki Utsmani. Spesifikasi khat Riq'ah, tutur Muslih, terdapat pada huruf-hurufnya yang pendek dan bias serta ditulis lebih cepat daripada khat Naskhi karena kesederhanaannya atau tidak memiliki struktur yang rumit.

Khat keenam adalah khat Farisi. Menurut Muslih, disebut khat Fârisi karena jenis ini pada mulanya memang dikembangkan oleh orang-orang Persia. Gaya ini disukai oleh orang-orang Arab dan merupakan gaya tulisan kaligrafi asli bagi orang Persia, India, dan Turki," ucapnya menerangkan.

Sedangkan, khat ketujuh yang diajarkan Muslih kepada muridnya adalah jenis Kufi. Muslih mengungkapkan, khat ini merupakan kaligrafi Arab tertua dan sumber seluruh kaligrafi Arab. Dinamakan Kufi karena berasal dari Kota Kufah kemudian menyebar ke seluruh jazirah Arab.

Muslih menerangkan, masyarakat Arab berusaha mengolah dan mempercantik gaya Kufi dengan menyisipkan unsur-unsur ornamen sehingga lahirlah beragam corak Kufi yang baru. "Cara menulisnya pun tidak lagi terbatas pada bambu tapi juga dengan pena, penggaris, segitiga, dan jangka. Khat Kufi pernah menjadi satu-satunya tulisan yang digunakan untuk menyalin mushaf Alquran," katanya menjelaskan.

Lalu khat terakhir yang dikenalkan Muslih pada muridnya adalah khat Raihani. Khat ini merupakan pengembangan dari khat Tsulutsi. Namun, kata Muslih, khat Raihani dibuat lebih luwes dan kadang dipengaruhi atau divariasikan dengan khat lain. "Khat ini juga disebut khat ijazah karena menggambarkan kemampuan penulis khat yang dianggap telah menguasai seluruh jenis tulisan," ungkap Muslih.

Kendati memperkenalkan cukup banyak jenis kaligrafi kepada muridnya, selama setahun ini, kata Muslih, para siswa lebih cenderung dibimbing untuk menguasai khat Naskhi. "Karena jenis ini yang fungsi utamanya untuk dibaca atau tulisan teks," ujarnya.

Hasilnya, kata Muslih, cukup memuaskan. Sebab, para muridnya mulai menunjukkan karya yang dapat dikatergorikan sebagai bentuk kaligrafi.

Muslih menilai, kegiatan ekstrakurikuler kaligrafi cukup penting untuk para murid. Karena, selain untuk membentuk keterampilan, kemampuan menciptakan kaligrafi juga dapat dimanfaatkan sebagai media berdakwah. Oleh Kamran Dikarma ed: Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement