Jumat 26 Sep 2014 16:39 WIB

Jangan Lupakan Kaderisasi

Red:

Geliat pengusaha muda Muslim kini telah mulai terlihat. Banyak di antara mereka yang menjalankan bisnis bahkan sejak masih berada di bangku kuliah.

Ketua Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) Nursyamsu Mahyuddin mengatakan, saat ini memang umat Muslim di Indonesia masih mayoritas. Tetapi, jika dibandingkan rasio antara pengusaha Muslim dan jumlah penduduk Muslim masih terlihat timpang.

Peran pengusaha Muslim di Indonesia sendiri belum banyak terlibat dalam perekonomian nasional. Mahyuddin menyebut pasar ekonomi Indonesia saat ini masih didominasi oleh pengusaha non- Muslim.

Mahyuddin melihat beberapa waktu belakangan ini, tumbuh gairah luar biasa dari anak-anak muda Muslim Tanah Air berpendidikan tinggi terjun di dunia usaha. "Namun, tetap saja jumlahnya kurang," paparnya kepada Republika.

Kendala terbesar bagi kaderisasi bibit pengusaha Muslim adalah kultur bangsa Indonesia. Sejak dulu, papar Mahyuddin, kultur orang Indonesia bukan dikenal sebagai pebisnis.

"Mereka lebih bangga menjadi pegawai daripada jadi pengusaha, mungkin dipengaruhi penjajahan yang terlalu lama sebagai buruh." Padahal, mereka se be narnya memiliki kegi gihan dan semangat yang tinggi. Tetapi, mereka ke ku rangan modal atau ma sih memerlukan pem be lajaran dalam bisnis.

Menjawab tantangan tersebut, KPMI pimpinan Mahyuddin mem bentuk ko munitas dengan berbagai kegiatan seperti program Investment Forum. "Tujuannya ada pertemuan antara pengusaha yang kekurangan modal dan yang memang ingin mengucurkan modal," ungkapnya. Empat tahun berdiri, Mahyudiin mengaku KPMI sudah banyak mem fasilitasi per temuan pemodal dengan pebisnis mula.

Kaderisasi pengusaha juga dilakukan lewat klub bisnis sesuai dengan jenis usaha. "Ada klub bisnis ritel, kuliner, elektronik.

Seminar-seminar bisnis juga digelar di 23 Korwil seluruh Indonesia," papar nya. Anggota KMPI yang mencapai 21 ribu orang ini diberi pelatihan manajemen bisnis, ke uangan, hingga pembukuan.

Bicara kaderisasi pengusaha, Mahyuddin mengkritik kurikulum pen didikan umum masih jauh dari pembelajaran mental pengusaha.

Pendiri Sekolah Bisnis Umar Usman, Parni Hadi, mengatakan, kaderisasi pengusaha sebenarnya telah berjalan sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto. "Pengaderan bisnis ini umumnya masih berasal dari keluarga pengusaha yang sukses," ujar dia.

Sejak 1982, pemerintahan ketika itu mendorong pengusaha dalam negeri untuk berkembang. Terutama ketika ada peraturan pengadaan barang dan jasa harus berasal dari perusahaan milik Indonesia.

Begitu juga pengusaha Muslim yang dibentuk oleh Fadel Muhammad, Aburizal Bakri, dan anak-anak muda yang tergabung dalam Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). "Kemudian lahirlah HIPMI untuk mengakomodasi pengusaha muda saat ini di Indonesia," ucapnya.

Parni menyoroti meski banyak sekolah bisnis yang menjamur, namun sedikit sekolah bisnis yang berbasis syariah. Sekolah Bisnis Umar Usman pun didorong menjadi pionir dengan kaderisasi pengusaha muda berlandaskan prinsip Islam.

Mereka yang sekolah di sana dididik tidak hanya untuk belajar menjadi seorang pengusaha, tetapi sebagai Muslim yang takwa dan bertauhid.

"Mereka harus rutin melaksanakan shalat dhuha, membaca Alquran, dan mengkaji materi agama yang lain," jelas dia. Mereka juga belajar dengan kurikulum yang terdiri atas 70 persen praktik dan 30 persen teori. rep:ratna ajeng tejomukti ed: hafidz muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement