Senin 12 Nov 2012 10:10 WIB

SERUMPUN 2, Inilah Hakikat Menulis Berdasarkan Q.S.Yusuf: 108

Seminar penulisan putra-putri ke-2 di IIUM.
Foto: Dimas Kusuma & Abdullah al-Mustofa
Seminar penulisan putra-putri ke-2 di IIUM.

4 November 2012 menjadi hari yang berbeda di Kampus International Islamic University Malaysia (IIUM). Hal ini karena sekelompok mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam Forum Tarbiyah (FOTAR) IIUM kembali menyelenggarakan Seminar Penulisan Putra-Putri Nusantara (SERUMPUN) ke-2. 

Acara ini secara resmi dibuka oleh Minister Konselor KBRI KL, Suryana Sastraduredja, Atase Pendidikan KBRI KL, Prof. Rusdi, MA.,Ph.D, serta Pejabat Dewan Pustaka dan Bahasa Malaysia, Dr. Awang Sariyan. Kehadiran empat orang penulis dari 3 negara semakin menambah kehikmatan acara; Salim A. Fillah (Indonesia), Suratman Markasan (Singapura), Ummu Hani (Malaysia), dan Dr. Zabrina A. Bakar (Malaysia) merupakan empat orang sastrawan yang telah melahirkan karya-karya best-seller di masing-masing negara. 

Salim A. Fillah dalam diskusinya mendeskripsikan hakikat menulis berdasarkan Surat Yusuf ayat 108, yakni: 

1. Menulis adalah bagian dari jalan dakwah yang panjang. Menulis bisa jadi memberikan dampak yang panjang. Sehingga tak banyak orang suka menulis buku sastra populer; 

2. Menulis adalah misi menuju kebaikan, baik pribadi maupun lingkungan. Sehingga, menulis memerlukan mujahadah yang tinggi untuk melahirkan karya yang berdaya tarik atau dampak yang besar bagi perubahan yang lebih baik menuju jalan Tuhan yang benar;

3. Menulis semata-mata mencari keridhaan Allah. Hal ini berimplikasi pada karya sastra apapun yang dibuat akan diabdikan untuk menyeru pada kalimat-kalimat suci Allah. Demikian, menulis hanya untuk menunjukkan kebodohan dan dilandasi keilmuan yang dalam akan kebesaran Sang Pencipta;

4. Menulis adalah reflekasi amal jama’i. Kerja sama yang jujur dan tulus, semisal, antara penulis dan penerbit akan melahirkan sebuh karya sastra yang sarat dengan kebaikan dan kebenaran; 

5. Menulis adalah metode untuk selalu me-MahaSuci-kan Sang Pencipta melalui coretan pena. Sehingga, menulis tidak hanya penyaluran hobi, namun nilai-nilai Ilahiyah terintegrasi ke dalam bait-bait cerita;

6. Menulis jangan sampai menghantarkan kepada kemusyikan, dalam arti mengarahkan kepada penyekutuan Allah. Sehingga, menjadi penulis Rabbani yang dilandasi oleh kedalaman ilmu dan hikmah menjadi nilai tambah bagi memberikan edukasi yang komprehensif kepada para pembaca. 

Sebagai penutup, Ketua FOTAR, Hambari, dan Ketua Panitia SERUMPUN2, Muhamad Hadi mengaku puas dan mengungkapkan rasa syukur atas suksesnya acara ini dan berkomitmen untuk menyelenggarakannya pada tahun-tahun berikutnya. 

Akhirnya, Ayahanda Markasan, yang masih bugar di usia 82 tahun, berpesan kepada seluruh pemuda bahwa ”Menulis menuntut pemahaman ilmu yang dalam, karenanya Membaca, Menelaah, Berpikir, dan Mencipta (3M1P) serta Jujur, Ikhlas, Sabar, Tawakkal, dan Ridha adalah beberapa elemen penting dalam menjaga konstensi sebagai menulis”. 

Dimas Kusuma & Abdullah al-Mustofa

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement