DPR Percepat RUU Pengawasan Obat dan Makanan

Masih ada tumpang tindih kewenangan dalam penanganan obat dan kosmetik.

Jumat , 25 May 2018, 15:15 WIB
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay.
Foto: Dok Humas DPR RI
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Komisi IX DPR RI akan mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan untuk memperkuat kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

"Kami targetkan bisa rampung secepatnya karena sudah masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2018," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Daulay saat memimpin kunjungan kerja Komisi IX DPR RI di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DIY, Jumat (25/5).

Menurut Saleh, tanpa adanya payung hukum yang tegas mengenai Pengawasan Obat dan Makanan, kewenangan BPOM masih tumpang tindih dengan instansi lainnya. Selain itu, kewenangan penindakan yang dimiliki badan tersebut juga masih lemah.

Saleh mencontohkan dalam pengawasan obat, selama ini BPOM masih harus berkoordinasi dan lapor terlebih dahulu dulu dengan Kementerian Kesehatan. Pembagian tugas penanganan obat atau kosmetika yang mengandung bahan berbahaya juga belum jelas antara BPOM dengan Kemenkes.

"Nah dengan UU Pengawasan Obat dan Makanan BPOM akan memiliki otoritas sendiri secara independen. Selama ini mereka terhambat karena harus koordinasi dulu, lapor dulu," kata dia.

Selain itu, melalui RUU Pengawasan Obat dan Makanan juga memungkinkan personel pengawas dari BPOM tidak hanya terbatas sampai level provinsi seperti saat ini, namun bisa menjangkaui hingga level kabupaten. "Tentu dengan keterbatasan aparaturnya tidak bisa sampai ke daerah-daerah yang memerlukan pengawasan," kata dia.

Oleh sebab itu, melalui kunjungan kerja ke BBPOM DIY tersebut, Rombongan Komisi IX DPR RI yang berjumlah tujuh orang bermaksud meminta masukan dan saran sebelum RUU Pengawasan Obat dan Makanan itu disahkan. Kepala BBPOM DIY Sandra MP Linthin mendukung sepenuhnya percepatan pembahasan RUU Pengawasan Obat dan Makanan. Sandra mengakui selama ini masih ada tumpang tindih kewenangan dalam penanganan obat dan kosmetik dengan instansi terkait yakni dinas kesehatan setempat.

Menurut dia, jika dalam UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012 sudah ada pembagian tugas yang jelas di mana untuk pengawasan pangan yang segar masuk kewenangan badan ketahanan pangan serta dinas pertanian dan pangan olahan masuk kewenangan BPOM. Namun untuk kosmetik dan obat belum ada peraturan yang jelas mengenai pembagian tugas masing-masing instansi.

"Pembagian tugas belum jelas siapa mengerjakan apa. Itu mungkin nanti yang perlu diperkuat dalam UU Pengawasan Obat dan Makanan," kata Sandra.