Industri Pupuk Harus Efisiensikan Ongkos Produksi

Efisiensi ongkos produksi membuat petani menjangkau pupuk dengan harga murah.

Kamis , 17 May 2018, 12:19 WIB
Peletakan batu pertama pabrik NPK di PT Pupuk Sriwijaya (Pusri), Palembang.
Foto: DPR
Peletakan batu pertama pabrik NPK di PT Pupuk Sriwijaya (Pusri), Palembang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Dito Ganinduto menilai industri pupuk tanah air harus bisa mengikuti tren globalisasi dengan biaya produksi (cost production) yang lebih efisien. Hal itu diungkapkannya terkait peletakan batu pertama pabrik NPK di PT Pupuk Sriwijaya (Pusri), Palembang.

"Dengan adanya persaingan di era globalisasi ini, Pupuk Pusri harus bisa mengikuti tren globalisasi. Salah satunya terkait efisiensi ongkos produksinya. Dengan mengefisiensikan biaya produksi industri pertanian akan membuat petani lebih mudah menjangkau pupuk dengan harga yang relatif murah,” kata Dito dalam siaran persnya, Jumat (11/5).

Dito berharap, Pusri bisa menjalankan Public Service Obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan publik yang baik bagi masyarakat tani. Hal itu sekaligus bisa mengurangi beban dari pemerintah.

Politikus Fraksi Partai Golkar ini mengatakan pupuk Indonesia nantinya tak akan lagi mendapat subsidi. Subsidi pupuk ditransformasi menjadi subsidi langsung ke petani melalui Kartu Tani sehingga proses produksi pupuk diharapkan lebih efisien ke depannya.

"Ini bisa juga mengurangi subsidi daripada pemerintah. Sekarang kan masih disubsidi," ujarnya.

Peletakan batu pertama pabrik NPK di PT Pupuk Sriwijaya itu bersamaan dengan peluncuran program vokasi industri di Sumatra bagian selatan oleh Kementerian Perindustrian. Vokasi industri dilakukan dalam rangka revitalisasi SMK dan menyesuaikan keahlian sumber daya manusia (SDM) sesuai kebutuhan industri.

Program tersebut melibatkan 48 industri dan 176 SMK dari Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Lampung. Dalam kesempatan tersebut, turut hadir Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno.