Rekomendasi 200 Mubaligh Dinilai Bingungkan Umat

Daftar ini bersifat sementara dan dapat berubah sewaktu-waktu.

Senin , 21 May 2018, 11:57 WIB
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan.
Foto: Dok Humas DPR RI
Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan beranggapan rekomendasi 200 mubaligh versi Kementerian Agama (Kemenag) yang tidak tetap bisa membingungkan umat Islam. Apalagi, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Saadi pernah mengatakan 200 nama mubaligh yang direkomendasikan Kemenag tidak wajib dan tidak mengikat. 

Menurut Taufik, ini akan semakin membingungkan masyarakat. “MUI bilang tidak perlu diikuti. Lalu kenapa Kemenag harus mengeluarkan daftar rekomendasi itu. Apalagi ini daftarnya sementara, dan kemungkinan akan bertambah lagi. Ini pembenaran terus dari Kemenag, yang nantinya malah membingungkan masyarakat,” kata Taufik, akhir pekan lalu.

Menurut Taufik, para menteri, khususnya menteri agama, jangan terlalu mudah mengeluarkan kebijakan atau rekomendasi, tanpa sebelumnya berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo. Paling tidak, rekomendasi dikeluarkan tidak asal-asalan karena banyak nama mubaligh pada ormas-ormas Islam yang besar tidak ada dalam rekomendasi itu.

Sebelumnya, Kemenag merekomendasikan 200 nama penceramah atau mubaligh. Nama-nama ini sudah sesuai masukan para ulama hingga kiai. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pihaknya meminta informasi dari sejumlah ormas Islam, masjid besar, tokoh-tokoh ulama kiai pemuka agama.

Jumlah 200 nama ini tentu belum final. Menurut Lukman, masih ada nama-nama lain yang direkomendasikan sebagai penceramah. 

“Tentu ini nanti akan secara bertahap akan ada susulan, bukan berarti yang tidak termasuk daftar 200 itu bukan penceramah moderat. Tapi yang jelas yang 200 itu sudah benar-benar atas rekomendasi dari sejumlah kalangan,” kata Lukman. 

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia menegaskan, 200 daftar nama mubaligh atau penceramah yang direkomendasikan Kementerian Agama belum final. Jumlah nama-nama mubaligh yang diperoleh dari masukan berbagai sumber itu masih bersifat dinamis dan bisa bertambah seiring waktu.

“Rekomendasi dari Kemenag tersebut menurut hemat kami bukan menjadi sebuah keharusan yang harus diikuti, tetapi hanya sebuah pertimbangan yang sifatnya tidak mengikat. Masyarakat memiliki hak untuk memilih penceramah agama yang sesuai dengan kebutuhannya,” tutur Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Saadi.