Ketua DPR: Politik Biaya Tinggi Picu Korupsi

Sistem pemilihan langsung yang menyebabkan politik biaya tinggi perlu dikaji.

Jumat , 06 Apr 2018, 08:17 WIB
Ketua DPR Bambang Soesatyo.
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Ketua DPR Bambang Soesatyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai politik biaya tinggi dalam demokrasi Indonesia telah menjadi salah satu pemicu korupsi di berbagai sektor. Oleh karenanya, sistem demokrasi pemilihan langsung yang menyebabkan politik biaya tinggi perlu dikaji ulang.

"Saya berpandangan, untuk menekan politik biaya tinggi, mungkin perlu dikaji lebih dalam pemilihan Kepala Daerah dikembalikan kepada DPRD. KPK maupun aparat hukum lain juga akan lebih mudah mengawasinya. Selain mengurangi beban biaya politik, pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD sama sekali tak bertentangan dengan prinsip demorasi yang kita anut," ujar Bamsoet saat menerima Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) di ruang kerja Pimpinan DPR RI, Jakarta, Kamis (5/4) lalu, seperti dalam siaran persnya.

Bamsoet menilai GMPK di bawah kepemimpinan Bibit Samad Rianto memberikan nafas baru bagi pemberdayaan masyarakat dalam memerangi dan mencegah bahaya korupsi. Sebagai sosok yang pernah menjadi Komisioner KPK pada 2007-2011, kapabilitas dan integritas Bibit Samad Rianto dalam memerangi korupsi tak perlu diragukan lagi.

"Saya punya pandangan, sebaiknya pendidikan anti korupsi juga dimasukan dalam mata pelaran khusus. Entah itu muatan lokal ataupun kegiatan ekstrakulikuler. Sehingga generasi muda kita terdidik intelektualitasnya untuk ikut memerangi korupsi. Ini sekaligus menyiapkan generasi muda yang lebih tangguh dan lebih berintegritas," tutur Bamsoet.

Menyambut pandangan Bamsoet, Bibit Samad Rianto menjelaskan GMPK sudah melakukan berbagai kerja sama dengan perguruan tinggi maupun organisasi kemasyarakatan dan instasi swasta untuk memberikan training antikorupsi. Ke depannya GMPK akan meningkatkan kembali berbagai kerja sama tersebut. Di Kementerian PAN-RB, mereka juga bekerja sama membuat zona integritas wilayah bebas korupsi.

"Begitupun di DPR RI. Kehadiran GMPK sejak awal memang ditunjukan untuk menggugah masyarakat madani, aparatur pemerintahan dan dunia usaha memberantas korupsi sebagai gerakan moral masyarakat," jelas Bibit Samad.

Sejak dideklarasikan pada 25 November 2013 di Jakarta, GMPK juga telah meneliti dan mengevaluasi permasalahan tindak pidana korupsi di setiap lapisan kehidupan masyarakat. Serta merumuskan solusi kerawanan dam akar masalah penyebab korupsi. Bamsoet melihat ini sebagai sebuah langkah maju dalam perlawanan terhadap korupsi.

"Pemberantasan korupsi tak hanya sekadar dengan upaya represif saja, harus ada kesadaran kolektif bangsa yang melibatkan segenap komponen bangsa. Saya kira GMPK bisa melakukan berbagai kerjasama dengan DPR agar berbagai hasil penelitan yang telah dilakukan bisa disinkronkan dalam proses pembuatan RUU. Sehingga RUU yang dihasilkan bisa komprehensif dan membendung upaya korupsi," pungkas Bamsoet.