Komisi X DPR RI Minta Kemendes Bangun Perpustakaan Desa

Jumat , 08 Sep 2017, 10:34 WIB
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo membaca buku pada perpustakaan yang dibangun dengan pemanfaatan dana desa di Desa Ayula Selatan, Kecamatan Bulango Selatan, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Jumat (13/1).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo membaca buku pada perpustakaan yang dibangun dengan pemanfaatan dana desa di Desa Ayula Selatan, Kecamatan Bulango Selatan, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Jumat (13/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dadang Rusdiana mengharapkan ada jejaring yang dibangun Perpusnas dengan Kementerian Desa untuk membangun perpustakaan desa. Perpustakaan Nasional tidak hanya mengandalkan anggaran sendiri, tetapi juga melihat potensi yang ada di Kementerian lain untuk meningkatkan literasi Indonesia.

Dadang melihat di desa  ada kepala desa yang merujuk kepada dana desa untuk membangun perpustakaan desa termasuk pengadaan bukunya. Memang belum semua desa yang memanfaatkan dana desa untuk kepentingan itu. Karena itu, kata politisi Hanura, dalam peraturan desa itu belum ada aturan yang secara tegas dan mengikat bahwa setiap desa itu harus memiiliki perpustakaan. 

Nah ini harus dibangun MOU antara Kemendes dan Perpusnas sehingga dana desa bisa dialokasikan untuk pembangunan perpustakaan atau melengkapi sarana lainnya,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id Jumat (8/9).

Tantangan besar bangsa Indonesia, lanjut Dadang, mempunyai harapan ideal supaya tingkat literasi ke depan mampu sejajar  dengan negara maju. Sebab masih di tingkat 60 dari 61 negara yang disurvey. Untuk rasio buku masih satu untuk 15 ribu orang, lalu kunjungan perpustakaan dua persen dari jumlah penduduk perhari. 

Dadang mengatakan, ini menggambarkan tingkat literais masih rendah. Padahal itu sangat berpengaruh pada pengetahuan warga negara, terhadap kompetensi dan juga daya saing SDM. Maka, Dadang mengatakan, kondisi ini harus diselesaikan, kalau hanya andalkan anggaran sekitar Rp 500 miliar. 

Bahkan pada tahun 2018 mendatang hanya naik menjadi Rp 584 miliar masih dianggap kurang. Perpusnas pu sudah mengajukan tambahan melalui DAK. Namun tak bisa berharap banyak dan diperkiarakan, pada akhir Pemerintahan Joko Widodo 2019, tingkat literasi masih rendah. "Karena hanya mengandalkan anggaran sebesar Rp 584 miliar," tambahnya.

Menurutnya banyak hal menghambat rendahnya literasi Indonesia. Di antaranya kesadaran baca rendah, perpustakaan belum menyebar, toko buku hanya dikota-kota besar dan persoalan distribusi menjadi salah satu problem. Sedangkan sarana-prasarana membutuhkan dana besar, sehingga Perpusnas perlu menjalin jejaring dengan kementerian lain.

Danang menjelaskan dana desa bisa dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur termasuk perpustakaan. Selain itu pemerintah perlu membangun hot spot. Sehingga Perpusnas harus membangun relasi dengan Kemenkominfo.  "Dengan hot spot di ruang-ruang baca, ruang publik akan memudahkan masyarakat untuk tertarik dan gemar membaca,” tutup Dadang menegaskan.