DPR Sebut Pemotongan Anggaran Turunkan Kinerja Bakamla

Selasa , 06 Jun 2017, 18:13 WIB
Bakamla RI Tangkap 4 Kapal Pencuri Ikan Asal Malaysia dan Vietnam di Laut Natuna.
Foto: dok. Puspen TNI
Bakamla RI Tangkap 4 Kapal Pencuri Ikan Asal Malaysia dan Vietnam di Laut Natuna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dave Akbarshah Fikarno, menegaskan pemotongan anggaran Badan Keamanan Laut (Bakamla) sebanyak 45 persen pada 2018, dikhawatirkan akan mempengaruhi kinerjanya. Diketahui, anggaran Bakamla sebesar Rp 950 miliar, dipotong menjadi Rp 600 miliar. Menurut dia, selain mengganggu kinerja Bakamla, pemotongan ini dapat menyulitkan Bakamla terutama dalam penyediaan kapal.

 

“Ini sebenarnya menganggu sekali, karena kebutuhan Bakamla itu tinggi. Apalagi Bakamla ini dari sisi kemampuannya masih sangat nanggung,” ujar Dave melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (6/6).

 

Politisi Fraksi Partai Golkar itu menilai, dengan anggaran yang terbatas dikhawatirkan tidak mampu mengakomodir tugas dan fungsi Bakamla untuk mengamankan perbatasan laut Indonesia. Menurutnya, anggaran Bakamla harus ditingkatkan, dan fungsi koordinasi dan penindakan di lapangan harus dioptimalkan.

 

“Sebenarnya anggaran yang relatif ideal itu setahun sekitar tiga triliun. Jadi mereka bisa melakukan pembelian pesawat, kapal alat komunikasi, hingga sistem pengawasan menggunakan satelit,” ujar Dave.

 

Dave menambahkan, tugas Bakamla adalah pencegahan penyelundupan, hingga teroris, sehingga bisa berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan kementerian kelautan dan perikanan. Namun di satu sisi, fungsi dan kemampuan Bakamla juga harus ditingkatkan. Keamanan laut Indonesia, kata Dave, masih rentan karena banyaknya virus yang terjadi di laut.

"Bakamla tidak bisa berbuat apa-apa. Ini karena masih ada ego sektoral dari kementerian dan lembaga terkait yang tidak mau otoritasnya dikurangi. Seharusnya mereka saling memperkuat,”  kata Dave.

 

Politikus asal daerah pilihan (dapil) Jawa Barat itu pun memberikan pesan, agar dalam proses pengadaan alat di Bakamla, dapat melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sehingga, tercipta transparansi, dan kasus korupsi yang terjadi beberapa waktu lalu di lingkungan Bakamla, tidak terjadi lagi.

Sebelumnya Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla), Eko Susilo Hadi, diduga menerima dua miliar. Ini adalah bagian dari Rp 15 miliar bea komitmen, yaitu 7,5 persen dari total anggaran alat monitoring satelit senilai Rp 200 miliar. Ini adalah bagian dari paket pengadaan monitoring satelit Bakamla dengan nilai pagu paket Rp 402,71 miliar. Proyek ini sudah selesai lelang pada 9 Agustus 2016.