Anggota DPR Ini Klaim Hak Angket KPK Bentuk Kontrol dan Pengawasan

Ahad , 30 Apr 2017, 08:45 WIB
Sejumlah anggota DPR yang menolak hak angket KPK melakukan 'walk out' saat Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4).
Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah anggota DPR yang menolak hak angket KPK melakukan 'walk out' saat Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Ahmad Sahroni menegaskan bahwa keputusan rapat paripurna terkait hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan bentuk kontrol dan pengawasan.

"Angket ini bukan soal KTP elektronik, bukan soal BLBI, ini murni sebagai bentuk pengawasan dan kontrol terhadap kinerja KPK sebagai mitra kerja kita, yang selama ini belum terjawab dalam rapat-rapat dengan Komisi III," kata Sahroni di Jakarta, Ahad (30/4).

Ia pun menyayangkan adanya opini yang berkembang selama ini di masyarakat, bahwa hak angket tersebut menjadi salah satu upaya untuk melemahkan KPK. "Kita sebagai pengawas, dan kita mau meminta pertanggungjawaban. Tapi opini yang berkembang justru DPR akan melemahkan KPK," imbuhnya.

Anggota DPR dari daerah pemilihan (dapil) Jakarta Utara ini meyakini bahwa bergulirnya hak angket, nantinya tidak akan mengganggu proses penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK, termasuk kasus KTP elektronik. Bahkan, dirinya mendukung agar kasus-kasus yang tengah ditangani KPK segera dituntaskan.

"Kami tidak mau mencampuri semua kasus hukum yang sedang ditangani KPK. Tujuan kami mau melakukan pengawasan sebagai mitra kerja," tegas mantan Presiden Ferrari Owner Club Indonesia (FOCI) ini.

Sahroni menjelaskan KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif dan berkesinambungan.

KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun. "KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya," kata Sahroni.

Penjelasan Undang-Undang menyebutkan peran KPK sebagai "trigger mechanism", yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.

Adapun tugas KPK adalah koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap TPK; melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proposionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden, DPR dan BPK.

"Jika KPK sudah melenceng dari yang tersebut di atas, saya setuju bila dilakukan hak angket DPR," katanya.

Sumber : Antara