DPR Nilai Perppu Pertukaran Informasi Jasa Keuangan Perlu Dipercepat

Senin , 27 Feb 2017, 08:45 WIB
Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Petugas melayani wajib pajak yang ingin memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Pusat, Kamis (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam mendorong pemerintah untuk mempercepat pembahasan payung hukum (Perppu) terkait beberapa undang-undang yang menyangkut implementasi pertukaran informasi otomatis (automatic exchange of information/AEoI) di bidang jasa keuangan untuk keperluan perpajakan pada 2018. Sebab, Indonesia memiliki tenggat waktu hingga 30 Juni untuk memenuhi persyaratan, seperti kesiapan regulasi dan institusi. Jika Indonesia tidak memenuhi hal tersebut, maka akan terkena sanksi sebagaimana yang telah disusun oleh Global Forum dalam Defensive Measures.

 

“Perppu itu sejatinya akan menjadi payung hukum terkait dengan AEoI tersebut, seperti UU Perbankan, UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), UU Pajak, UU Pasar Modal, dan UU Perbankan Syariah, dalam rangka memenuhi Common Reporting Standard yang sudah ditetapkan,” ujar dia, belum lama ini.

 

Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly menjelaskan pemerintah akan menargetkan penyelesaian pembahasan Perppu pada Mei tahun ini. Sebab, pada bulan tersebut akan ada pertemuan kembali antara Indonesia dengan negara-negara yang ingin mengimplementasikan AEoI. Pertemuan tersebut tentunya akan membahas soal kesiapan regulasi yang dimiliki masing-masing negara.

 

Sejauh ini UU KUP dan UU Perbankan, lanjut Ecky, sudah masuk dalam Prioritas Proglenas 2017. “Akan tetapi, DPR masih menunggu revisi dua UU lainnya dari pemerintah. Ini tentu akan butuh waktu panjang. Solusinya, pemerintah harus cepat bahas Perppu sebagai alternatif daripada menunggu penyelesaian revisi,” kata dia.

 

Adapun terkait dengan sanksi keterlambatan pemenuhan persyaratan AEoI, tidaklah kecil. Setidaknya, terdapat dua dampak utama. Pertama, sanksi berupa penurunan rating oleh Global Forum. Kedua, ada kehilangan potensi perpajakan apabila Indonesia terlambat ikut serta dalam AEoI.

 

“Pemerintah perlu segera mempersiapkan hal ini, mengingat kebijakan tax amnesty ternyata tidak cukup optimal dalam menarik dana Indonesia yang berada di luar. AEoI dapat menjadi senjata ampuh Pemerintah untuk memulangkan dana WNI di luar negeri yang diperkirakan mencapai Rp 4000 Triliun dan sebagiannya patut diduga merupakan illicit fund (dana ilegal),” ujar dia.

 

Dengan adanya penyusunan Perppu ini, nantinya dapat menjadi modal pemerintah untuk terlibat bersama 101 negara yang ingin mengimplementasikan AEoI. Sebab, dalam UU KUP dan UU Perbankan saat ini, data nasabah bersifat sangat rahasia untuk dibukakan informasinya.

Sumber : pemberitaan dpr