Rabu 12 May 2010 22:37 WIB

Pakar: Krisis Keanekaragaman Hayati Picu Rawan Pangan

Rep: Dewi Mardiani/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--BOGOR--Indonesia masuk sebagai negara yang lebih rawan terhadap perubahan iklim, hama, dan penyakit dalam persediaan makanan. Itu terjadi, karena banyak keanekaragaman hayati nasional yang diambang kepunahan

Krisis keanekaragaman hayati negara ini disampaikan Kepala Pusat Penelitian Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2 Biologi-LIPI), Siti Nuramaliati Prijono. ''Indonesia merupakan negara yang memiliki daftar terpanjang jenis-jenis keanekaragaman hayati bahkan banyak yang belum diketahui nama dan potensinya, namun terancam punah'' katanya di Bogor, Jawa Barat, Rabu (12/05).

Kondisi itu, kata Siti, sangat memprihatinkan. 'Ini dapat menurunkan kapasitas manusia untuk mempertahankan hidup di dunia dan membuat kita selangkah lebih dekat pada kepunahan diri kita sendiri,'' lanjutnya. Padahal Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman hayati dan tingkat endemisme yang tinggi.

Menurut data yang diungkap Siti, keanekaragaman hayati Indonesia terus berkurang, seperti di biota daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung. Contoh laju kehilangan dari jenis asli di kawasan tersebut: krustasea sebesar 66,7 persen, moluska 66,7 persen, dan ikan 92,5 persen di DAS Ciliwung pada tahun 2009. Untuk laju kehilangan jenis asli untuk species yang sama di Cisadane, adalah krustasea (39,1 persen), moluska (35,7 persen), dan ikan (75,6 persen).

''Kehilangan keanekaragaman biota perairan di DAS Ciliwung dan Cisadane tersebut sangat memprihatinkan, karena jenis-jenis biota air tersebut sebetulnya banyak yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber protein," ujarnya "Sedangkan, buruknya kualitas air, selain menyebabkan kepunahan biota air, juga akan berdampak pada kesehatan manusia,'' jelas Siti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement