Selasa 27 Feb 2018 16:02 WIB

Ada Empat Kendala Pelatnas Asian Games 2018

Empat kendala, yakni asuransi, ahli gizi, sosialiasi zat doping, dan peralatan.

(Ilustrasi) Atlet lompat galah putra Indonesia Tengku Tegar Abadi berusaha melintasi mistar pada final lompat galah putra atletik 18th Asian Games Invitation Tournament di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa (13/2).
Foto: ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo
(Ilustrasi) Atlet lompat galah putra Indonesia Tengku Tegar Abadi berusaha melintasi mistar pada final lompat galah putra atletik 18th Asian Games Invitation Tournament di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat menemukan empat kendala yang muncul dalam program pemusatan pelatihan nasional (pelatnas) cabang-cabang olahraga Asian Games 2018 sebagai hasil pemantauan sejak awal Januari. Empat kendala program pelatnas itu adalah kepemilikan asuransi bagi atlet, keberadaan ahli gizi dan suplemen, sosialisasi zat doping, serta kebutuhan peralatan yang kurang.

Wakil III Ketua Umum Bidang Litbang, Pullahta, dan Kesejahteraan Pelaku Olahraga KONI Pusat Eka Wahyu Kasih mengatakan atlet-atlet cabang olahraga, terutama yang berpotensi medali, sangat rawan kecelakaan saat berlatih. Mereka butuh asuransi untuk meringankan beban tim jika terjadi kecelakaan. 

"Kami terus mengumpulkan data pelatnas dari setiap cabang olahraga Asian Games. Mungkin pada akhir Maret kami sudah mendapatkan data yang lebih rinci terkait pencapaian latihan dan perkembangan menuju target prestasi," kata Eka, yang juga menjadi koordinator cabang-cabang olahraga terukur dari KONI Pusat, di Jakarta, Selasa (27/2). 

Eka mengatakan setiap cabang olahraga juga tidak memiliki pakar gizi yang mampu mengukur kebutuhan gizi setiap atlet serta pengaturan suplemen makanan yang sesuai. "Selama ini, mereka meramu sendiri kebutuhan gizi masing-masing atlet dengan menu makanan yang ada. Suplemen makanan juga perlu diatur karena tidak bagus bagi tubuh atlet jika kurang atau justru berlebihan," katanya.

Ketua Umum Pengurus Besar Gabungan Bridge Seluruh Indonesia (PB GABSI) itu mengatakan atlet, pelatih, dan manajer tim pelatnas masing-masing cabang olahraga juga kurang mendapatkan informasi terkait kandungan zat-zat doping. "Mereka perlu mendapatkan sosialisasi doping. Jika ada atlet yang sakit, mereka dapat menghindari obat yang mengandung doping," ujarnya.

Eka mencatat sejumlah cabang olahraga juga masih mempunyai kendala dengan peralatan latihan dengan sisa waktu 5-6 bulan sebelum pertandingan Asian Games ke-18 di Jakarta dan Palembang itu. "Kami terus memantau perkembangan setiap atlet dalam periode dua pekan. Kami mencatat siapa atlet yang diproyeksikan medali dan hasil prestasi yang telah diraihnya saat ini, lalu membandingkan catatan waktu dengan para pesaing di Asia sehingga muncul gap," katanya.

Gap perolehan waktu itu, menurut Eka, akan menjadi indikator perkembangan latihan atlet-atlet nasional berpotensi medali Asian Games. KONI, lanjut Eka, juga terus memberikan laporan kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga terkait hasil pemantauan latihan program pelatnas cabang-cabang olahraga Asian Games.

"Jika atlet-atlet itu tidak dapat mendekati catatan waktu dengan para pesaing mereka dalam Asian Games, setidaknya mereka berpotensi meraih medali emas pada SEA Games 2019 karena pelatnas adalah program berkelanjutan tanpa putus," katanya. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement